Orientalisme dalam Sorotan

Sebelum Rasulullah Saw, diutus oleh Allah kepermukaan bumi, orang-orang orab ketika itu masih menyimpan dua ideologi. Pertama, sisa-sisa peninggalan Ibrahim, yaitu keimanan kepada Allah. Kedua, keimanan pada paganisme, berupa penyembahan kepada batu, berhala, ruh, hewan dan sebagainya. Dan jangan disangka orang orang kafir ketika itu tidak percaya pada Allah, justru mereka sangat yakin adanya Allah, namun berhala-berhala, mereka jadikan sebagai perantara untuk menyembah kepada Allah. Sebagaimana tercantum dalam Al quran pada surah Azzumar ayat 3. “Kami tidak menyembah mereka (berhala), melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami pada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Bukan cuma sampai disitu, bahkan kaum musyrikin juga mengakui bahwa Allah lah yang menciptakan dan mengatur jagad raya ini. Allah berfirman dalam Al quran “…siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Tentu mereka akan menjawab, Allah.”
Walaupun orang-orang musyrikin percaya dan yakin adanya Allah, namun mereka masih dicap sebagai orang kafir, kenapa? Karena mereka masih hanya sebatas percaya, namun tidak menjalankan syariat (‘ubudiah), bahkan dengan beraninya mereka membuat syariat baru yang sesuai dengan kemauan dan nafsu mereka, dengan mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.
Pada zaman sekarang ini, berbagai macam pemahaman yang menyimpang dan pemikiran yang kontroversional datang silih berganti. Dan kemudian pemahaman-pemahaman ini dikonsumsi umat muslim sendiri. Sadar atau tidak, sebagian umat islam sudah berani mengimpor sebuah pemahaman yang melenceng dari ajaran islam, yang kerap pemahaman yang seperti ini dibungkus dengan slogan keagamaan agar terlihat indah dan rapi, dan supaya orang-orang banyak yang tertarik dengan nilai-nilai yang terkandung pada paham tersebut, inilah yang biasa kita kenal dengan nama islam liberal.
Ada perubahan drastis yang terjadi para intelek islam saat ini, mereka lebih senang mencari dan mendalami islam dibarat ketimbang ditimur, pandangan mereka terhadap barat adalah segala-galanya. Nah hal inilah yang membuat orientalis bahagia, karena dibaratlah otak mereka dicuci dengan pemikiran liberal, pandangannya terhadap islam mereka rubah, dan mereka tanamkan bahwa kemajuan yang dialami bangsa barat saat ini tiada lain karena barat menerapkan paham sekulerisme, dengan memisahkan agama dengan negara, dan konsekwensinya, adalah jika negara-negara islam ingin maju dan berkembang seperti barat, maka umat islam harus meninggalkan agama mereka.
Para penjajah, ketika menjajah di negara-negara islam, mereka tidak hanya sebatas merampas sumber daya alam, tetapi lebih dari itu, mereka juga merampas akidah, mencuci otak dan menghilangkan identitas sebagai umat islam. Dan yang lebih parah lagi, saat sekarang, kita masih terwarisi mental-mental terjajah, dan untuk menghilangkan mental ini tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan, butuh waktu dan proses yang cukup panjang untuk membersihkan dan menghilangkan sisa-sisa sifat ini.
Hal ini bisa kita melihat pada masyarakat yang sangat condong untuk mengekor dan membeo pada barat, mulai dari pakaian, makanan, gaya hidup bahkan ideologi. Paham--paham liberal, sekulerisme, pluralisme dan isme-isme yang lainnya di impor dari barat dan dijadikan sebagai pandangan hidup. Dikarenakan, mereka sangat kagum terhadap kemajuan yang dialami barat, akibat dari sekulerisme. Hal inilah yang membuat orang-orang liberal khususnya di Indonesia begitu gencar dalam menyebarkan dan memperjuangkan paham liberal.
Karena itu mereka usung islam liberal sebagai wadah untuk meyebarkan paham dan pemikiran mereka. Celakanya, masih ada juga sebagian masyarakat kita yang tertarik dengan konsep pembaharuan dan demokrasi yang diusung oleh islam liberal.
Sebenarnya inti dari paham ini sama, mulai dari sekulerisme, islam kiri, pembaharuan islam dan besok entah apa lagi. Hakikatnya sama, hanya bajunya saja yang berubah. Yakni pengingkaran terhadap nilai-nilai ajaran islam.
Untuk melancarkan seluruh propaganda ideologi sekulernya, Para orientalis rela melakukan apa saja, seperti yang dikatakan DR.Wajih dalam bukunya shafhaat min at tarikh at tabsyr wal istisyrak semisal dengan memberikan beasiswa pada mahasiswa untuk belajar kebarat, sarang para orientalis fundamentalis. Barat sudah mengetahui mentalitas orang-orang timur pada barat. Belajar dibarat melahirkan kebanggaan tersendiri bagi orang-orang timur. Kesempatan inilah yang digunakan oleh orientalis dalam mendoktrin para pelajar-pelajar muda dengan ideologi liberalisme dan sekulerisme yang dibingkai dengan kedok ilmiah dan penelitian. Para mahasiswa yang tadinya bangga dengan ajaran islam, digoyahkan keyakinannya, dan akhirnya ragu terhadap agamanya sendiri.
Adapun prinsip yang mereka tanamkan dengan berkedok penelitian, pertama. Kebenaran tidak bernilai mutlak, tapi relatif.kedua, kebenaran tidak satu tapi banyak, tergantung dari sisi mana ia dilihat. Suatu kebenaran yang dinilai oleh satu kelompok, belum tentu benar menurut kelompok yang lain. Begitu juga dengan agama, satu agama dianggap benar menurut penganutnya, belum tentu benar menurut kelompok lain, jadi kebenaran agama tidak mutlak. Ketiga, setiap informasi tidak ada yang kebal kritik. Apapun informasi bebas dari kritikan (diragukan). Sampai wahyu dari Allah pun belum tentu kebenarannya.keempat, jika anda ingin melihat dengan jernih, maka terlebih dahulu anda harus keluar dari bagian yang dilihat. Jadi jika anda ingin melihat apakah islam itu benar atau tidak, maka anda terlebih dulu harus keluar dari islam, atau paling tidak rasa keberpihakan anda terhadap islam harus dihilangkan, kalau tidak, anda masih dianggap subjektif dan tidak objektif dalam menilai islam. Sikap ketidak berpihakan ini banyak muncul dari sarjana-sarjana produk barat. Sebuah sikap yang tidak mencerminkan keimanan dan ketakwaan pada Allah. Kelima. Prinsip kebebasan berpendapat. Siapa saja bebas mengeluarkan pendapatnya dan tidak ada koridor yang harus di jaga. Akibatnya, jika hal ini dilakukan, maka ajaran islam yang bersifat qat’i pun bisa untuk dikritik dan dilanggar. Maka muncullah saat ini orang-orang yang menganggap jilbab itu tidak wajib, syariat islam tidak relevan lagi untuk zaman ini, tidak percaya akan adanya siksa kubur, dan banyak lagi pandangan-pandangan keliru akibat paham ini.
Ini adalah salah satu metode yang digunakan orientalis merusak pikiran sarjana islam yang belajar dibarat. Khususnya bagi yang mengambil bidang kajian islamic studies, studi timurtengah dan semacamnya.
Gaya orientalis
Ide-ide dan paham orientalis kini banyak diadopsi oleh intelek-intelek muslim. Misalnya pemikir-pemikir sekuler Mesir yang mengobrak-abrik syariat islam. Tercatatlah nama-nama seperti Ahmad Amin, Thaha Husain, Ali Abdurraziq, Mahmud Abu Rayya dan lainnya. Kita lihat bagaimana pemikiran Thaha Husain, yang mengkritik Al quran dalam bukunya asysy’rul-jahiliy, dengan menuduh bahwa Al quran bukan wahyu dari Allah tapi buatan nabi Muhammad. Begitu juga ia pernah melontarkan bahwa Al quran itu adalah kumpulan syair-syair jahiliyah.
Menurut prof. DR. Ismail Raji Al-faruqi, mantan ketua jurusan Islamic studies di temple university AS, “Studi islam diperguruan tinggi barat, tidak pernah luput dari dari misi zionis dan Kristen. Faruqi, beberapa lama sebelum ia gugur ditembak oleh agen zionis, pernah menasehati para serjana muslim untuk tidak belajar islam kebarat. Karena materi-materi yang dipelajari disana sengaja difokuskan pada paham-paham yang menyimpang dalam pemikiran islam. Mereka mengkaji pemikiran Khawarij, Jabariah, ingkar sunnah dan aliran-aliran yang melenceng lainnya. Dan mereka rangkum dibawah disiplin ilmu yang disebut dengan “filsafat islam”.
Reaksi umat dalam mencegah paham spilis
Yang menarik dari fenomena sekulerisme didunia islam, khususnya dinegera-negara arab, ialah sikap ulama dan umat yang peka dan tanggap terhadap paham-paham yang merasuk dalam islam. Para umat tidak tinggal diam dan membiarkan virus pemikiran yang meyimpang ini menyebar pada masyarakat. Segala upaya dilakukan untuk menumpas dan memberantas aktivitas kaum sekularis. Sebutlah universitas Al Azhar sebagai contoh dalam menghalangi para pemikir sekuler.
Majelis tinggi ulama Azhar mengadili Ali Abdrur-Raziq karena bukunya Al islam Wal usul Hukm, yang sarat dengan pemutar balikan fakta. Dalam sidang itulah, para ulama memecat Ali dari keanggotaannya pada “ majelis tinggi ulama”, dan mencabut seluruh ijazah yang pernah diterimanya.
Hal ini terjadi juga di universitas Cairo. Seorang pengajar fakultas sastra, DR. Nasr abu zeid, gagal meraih gelar profesornya. Prof.DR. Abduh-shobur Syahin, guru besar sastra arab darul ulum, Kairo, ditunjuk menjadi ketua penilaian karya ilmiah DR. Nasr abu zaid, menyatakan bahwa karya-karya ilmiah yang dihasilkannya selama ini tidak memenuhi persyaratan ilmiah untuk meraih gelar Prof. Pasalnya DR. Syahin berhasil membongkar nilai-nilai kontradiktif dalam buku-buku Nasr. Misalnya menghina nash Al quran, sunah rasulullah, mencaci maki Imam Syafi’i, menyerukan kebebasan berpikir, mengecam sikap tekstualitas dan meyebarkan paham sesat tentang zat Allah. Olehnya para ulama, Nasr dihukum murtad dan diajukan kepengadilan dengan tuntutan “ menghina agama islam”.
Kasus-kasus sepeerti ini memberikan gambaran kepada kita, bahwa ulama, umat dan lembaga-lembaga islam tidak akan mendiamkan upaya yang dilakukan pihak tertentu yang ingin merusak kebenaran nilai islam.
Ketakutan pada islam.
Salah satu yang membuat resah para orientalis pada saat ini adalah ketakutannya pada islam. Islam dianggap sebagai musuh yang tiap saat membayang-bayangi mereka. Karena dalam keyakinan mereka, islam adalah agama yang mempunyai kekuatan maha dahsyat yang mampu menggerakkan penganutnya untuk melawan kekuatan apa saja. Barat yakin jika islam dihadapi dengan jalan militer maka mereka akan kalah, barat telah trauma dengan perang salib, dan menjadikannya sebagai pelajaran yang berarti. Karenanya mereka selalu mewanti-wanti islam, khususnya yang berpegang teguh akan ajaran islam.
Dengan kelicikan barat, mereka merubah haluan dengan menghantam islam dari dalam, dengan berbagai cara dilakukan asalkan muslimin bisa jauh dari agamanya dan mengekor pada barat.
Rasa ketakutan pada islam juga dirasakan sebagian umat islam. Tentunya mereka yang sudah didoktrin dan dicuci otak mereka oleh barat. Pola pikir, ideologi, falsafah hidup tidak jauh berbeda seperti orang barat. Apa yang dinilai barat baik, baik juga menurutnya, dan apa yang dianggap jelek barat jelek juga baginya, walaupun hal itu menyangkut agamanya sendiri.
Oleh karenanya menjadi keharusan bagi kita sebagai thalabul’ilmi, untuk belajar dan terus belajar. Dan menjadi kewajiban untuk melindungi nilai-nilai murni ajaran islam dari penyelewengan yang datang dari luar maupun dari dalam. Adapun umat islam yang mempunyai pemikiran yang menyimpang, mereka perlu diberi suntikan ruhani agar mereka sadar, bahwa mereka mempunyai tujuan hidup, yaitu beribadah kepada Allah dan menjalankan syariat agama, tanpa harus dibumbuhi dengan ide-ide barat.wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar