Peduli, Why Not?

Rasulullah Saw. bersabda, “Perumpamaan orang-orang beriman dalam kecintaan, kasih-sayang dan ikatan emosional ibarat satu tubuh. Jika salah satu anggotanya sakit, mengakibatkan seluruh anggota tidak dapat istirahat dan sakit panas.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Hadits di atas menginformasikan kepada kita akan pentingnya saling bahu membahu, tolong menolong yang bisa tercermin dan teraplikasi dengan sikap peduli. Ya, kepedulian, adalah kata yang sederhana yang merupakan sikap dimana seseorang mencoba memahami, mengerti dan merasakan suatu keadaan, kemudian mengambil (action) tindakan yang nyata, sesuai dengan keadaan tersebut.
Dalam buku ESQ, Ary Ginanjar Agustian menjelaskan, ”Tiap-tiap manusia yang terlahir di dunia ini, telah dilengkapi oleh Allah Swt. dengan sifat-sifat yang luhur yang terambil dari asmaaul husna”. Demikian juga dengan sifat peduli, merupakan fitrah bagi manusia. Sikap dimana seseorang peka dan sensitif terhadap lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh, hal ini bisa dibuktikan ketika kita melihat atau mendengarkan informasi bencana bencana alam yang melanda saudara-saudara kita ditanah air, baik itu berupa banjir, tanah longsor, kebakaran, gempa bumi dan sebagainya. Begitu juga apa yang diderita para saudara kita di Irak, Libanon, Pakistan dan Palestina. Sedih, pilu, luluh dan terasa terkoyak-koyak hati umat Islam melihat penyiksaan, penindasan dan pembantaian kaum muslimin. Dengan ini akan menimbulkan simpati dan empati, dan keinginan untuk bisa membantu dan meringankan beban-beban mereka.
Sikap peduli adalah sifat yang mulia, dan merupakan sifat para salafussalih. Masih ingatkah kita, bagaimana semangat yang berkobar pada diri Rasulullah Saw. dalam menyampaikan dakwahnya? Walaupun cercaan, hinaan, penindasan selalu digencarkan kaum kuffar pada Rasulullah Saw. Masih ingatkah kita, bagaimana seorang kepala negara Umar bin Khattab Ra., memikul gandum untuk diberikan kepada rakyatnya? Masih ingatkah kita, ketika Abu Bakar Ashsiddiq Ra. menginfakkan seluruh harta bendanya fisabiilillah? Tentunya mereka melakukan semua ini, karena adanya ikatan yang kuat, berupa sifat kepedulian dan solidaritas yang sangat tinggi antarsesama manusia.
Sikap peduli bisa diaktualisasikan dalam berbagai cara, di antaranya:
Ukhuwah. Ihtimam dan keprihatinan pada nasib umat Islam adalah kunci dari Ukhuwah Islamiah. Hal ini menunjukkan kepekaan hati dan jiwa, sehingga dapat merasakan penderitaan yang dialami oleh umat Islam, dan sekuat tenaga memberikan bantuan berupa materi atau non materi. Bukankah hal ini sudah disinggung dalam Alquran pada sirat Alhujurat . “Orang-orang beriman itu bersaudara”. Oleh karenanya, menjadi kewajiban bagi kita untuk selalu memupuk dan meyirami Ukhuwah Islamiah dengan sifat kepedulian.
Husnudzhan (positif thinking). Sikap empati dan simpati lambat laun akan menghasilkan pada sikap husnudzhan. Positif thingking adalah sikap dimana perasaan dan jiwa terakumulasi menjadi satu, dan tercurahkan pada hal-hal yang positif. Inilah yang akan membuat hati seseorang menjadi tenang dan khusu’, karena pikiran hanya terkonsentrasi pada kebaikan-kebaikan orang lain dan menghilangkan jauh-jauh sifat su’ udzan(negative thinking). Dan ciri-ciri orang yang beriman adalah orang yang selalu memelihara sifat husndzhan pada orang lain. Allah Swt. berfirman dalam Alquran, “… Dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman, Ya tuhan kami, sungguh Engkau Maha penyantun lagi Maha penyayang”. (Al-Hasyr : 10)
Mencintai orang lain seperti mencintai dirinya sendiri. Rasululllah Saw. pernah bersabda, “Tidak beriman seseorang dari kamu, sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hal ini memang sangat sulit untuk kita lakukan, disebabkan kita terkadang masih mendahulukan sifat egois ketimbang sifat simpati. Namun, banyak hal yang bisa kita lakukan untuk merangsang sifat simpati ini dan mengubur sifat egoisme kita. Pertama, membiasakan memberi sebelum diminta. Ini dilakukan agar melatih sifat keikhlasan kita pada orang lain, bukan berarti memberi setelah diminta tidak ikhlas, tapi kadang-kadang pemberian seperti ini sifatnya agak dipaksakan, sehingga nilai ikhlasnya berkurang. Kedua, banyak mendengar dan sedikit bicara. Salah satu hikmah Allah Swt. ciptakan mulut kita satu dan telinga kita dua adalah agar porsi mendengar kita lebih ketimbang berbicara. Dengan cara ini menuntut kita untuk selalu mendengarkan keluh kesah, curhatan dan masalah orang lain. Dan kemudian mencarikan solusinya dengan berusaha membantu semampu kita. Ketiga, selalu ingat kebaikan orang lain dan melupakan kebaikan diri. Dengan membiasakan mengingat kebaikan orang lain pada kita, akan membuat kita berhutang budi pada dia, dan menuntut kita untuk membayar atau membalas dengan yang lebih baik. Sedangkan melupakan kebaikan diri, membuat kita terhindar dari syirik kecil yaitu sum’ah(menceritakan kebaikan diri pada orang lain), dan menjadikan kita rendah hati.
Rahmat. Sifat ihtimam dan ukhuwah adalah refleksi dari rahmat Allah swt., yang terpancar kepada umatnya. Marilah kita bercermin pada pribadi Rasulullah Saw., sebagai qudwah. Beliau di samping menyebarkan rahmat bagi diri manusia, beliau juga merangkap sebagai rahmat bagi seluruh alam. Rasulullah Saw. sangat sayang kepada manusia, sehingga beliau menginginkan semua manusia beriman kepada Allah swt., dan masuk ke dalam Islam. Beliau menginginkan agar manusia mendapat kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Inilah salah satu makna Rasulullah Saw. diutus sebagai rahmatal lil alamiin.
Semangat yang berkobar-kobar, dan rasa juang yang tinggi bagi Rasulullah Saw. dalam berdakwah dan menyebarkan diinul Islam tidak akan pernah surut dalam mengemban dakwah kepada islam. Walaupun harta, tahta dan wanita telah ada di depan mata baginda, namun Rasulullah Saw. tetap istiqamah dalam memperjuangkan Islam. Rasulullah Saw. dalam meyebarkan Islam tidak hanya kepada kaum muslimin saja. Namun Rasulullah juga menyebarkan kepada kaum kuffar. Kalau mau menggunakan rasio, buat apa Rasulullah Saw., mau berdakwah pada kaum kuffar, toh merekalah yang selalu mencaci, menindas, menganiaya, serta memboikot umat Islam dan nabi Muhammad Saw.? Jawabannya adalah bahwa seluruh aktivitas Rasululllah Saw., adalah ibadah, dakwah dan kepedulian pada umatnya .
“Pemimpin adalah pelayan bagi masyaraktnya”. Kepedulian dan pelayanan adalah ciri khas pemimpin sejati dalam Islam. Inilah yang dicontohkan para pemimpin Islam terdahulu. Pemimpin cinta pada rakyatnya dan rakyat sayang pada pemimpinnya. Hal inilah akan melahirkan balance dalam suatu masyarakat.
Itsaar. Tingkatan rasa kepeduliaan tertinggi adalah itsaar, yaitu mengutamakan saudaranya atas dirinya sendiri dalam masalah keduniaan. Kita bisa melihat bagaimana kaum Anshar yang mempunyai rasa itsar kepada kaum Muhajirin. Sebagaimana tertera dalam Alquran, ”… mereka (Ansar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Ansar) tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan…(Al Hasyr : 9)
Kaum Anshar adalah kelompok sahabat yang diabadikan dalam Alquran karena sifat atsaarnya yang sangat tinggi. Mereka lebih mendahulukan orang lain ketimbang dirinya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah. Dalam memenuhi perintah Rasulullah Saw., untuk memberi makan para musafir yang kelaparan, mereka itu adalah Abu Thalhah dan Ummu Sulaim. Malam itu mereka segera menidurkan anak2nya yang sedang lapar dan pura-pura makan, agar tamunya bisa makan dengan tenang. Padahal yang disantap tamu mereka adalah hidangan terakhir yang ia miliki hari itu.
Kepedulian tampaknya sangat mudah kita ucapkan namun, sangat sulit untuk direalisasikan. Ini dikarenakan pada umumnya kita masih sangat mencintai diri sendiri dan masih mementingkan diri dari orang lain. Apalagi yang terkait dengan harta dan yang berhubungan dengan kesenangan dunia lainnya. Hanya dengan iman yang tinggi kepada Allah Swt., sikap kepedulian bisa direlisasikan. So, peduli, why not? Wa Allahu ‘Alam

0 komentar:

Posting Komentar