Budak dalam Perspektif Islam

Muqaddimah

 

Qadhiyah perbudakan dalam Islam adalah qadhiyah yang masih kontroversi. Antara yang kukuh dan tetap mempertahankan, dan sebagian yang menganggap bahwa perbudakan sudah tidak ada dan tidak relevan lagi, dengan argumen Islam telah mencabut segala macam bentuk perbudakan sampai ke akar-akarnya, dan membuka pintu selebar-lebarnya dalam memerdekakan budak.

 

Para ulama salaf dan khalaf, mengabadikan konsep perbudakan ini ke dalam kitab-kitab karangan mereka. Hal ini dianggap sebagai hal yang menarik dan sangat urgen untuk diketahui oleh umat Islam. Melihat umat Islam saat ini yang sebagian besar masih kurang tahu menahu tentang konsep perbudakan dalam Islam. Terkadang kita mencampur adukkan dan menyamaratakan sikap non muslim dan muslim itu sendiri dalam bermuamalah dengan budak. Adalagi yang beranggapan perbudakan itu dipelopori oleh Islam. Persepsi  semacam ini sekuat mungkin kita buang jauh-jauh dari pikiran kita, dan tugas kita adalah mencari tahu bagaimanakah sistem perbudakan dalam Islam yang sebenarnya.

 

Apakah betul perbudakan telah dibumihanguskan oleh Islam? Bagaimanakah sikap dan cara Islam dalam memandang sistem perbudakan? Apakah betul yang dikatakan orientalis bahwa Islam menjadi pelopor dalam menghalalkan free seks dengan bolehnya menggauli budak perempuan? Bagaimanakah cara sebenarnya yang ditempuh Islam dalam memerdekakan budak? Dan beberapa pertanyaan lagi yang menyangkut perbudakan, akan kita bahas dan mendiskusikannya bersama pada kajian eksternal mujaddid di kesempatan ini. Penulis sangat mengharapkan kritikan dan masukan dari peserta diskusi. Dan semoga dari makalah sederhana ini bisa sedikit menambah wawasan kita tentang konsep perbudakan dalam islam.

 

1. Sejarah perbudakan 

Sebelum agama Islam datang, perbudakan sudah menjadi sistem bagi sebagian negara-negara besar, semisal Romawi, Persia, Babilonia dan Yunani. Bangsa ini telah menerapkan dan memakai sistem perbudakan. Perbudakan sangat terkait dengan sistem perekonomian dan politik yang mereka terapkan. Perbudakan menjadi komodoti negara dengan memperjualbelikan sejumlah budak. Bahkan setiap budak mempunyai taraf harga yang berbeda-beda.

 

Budak dikala itu bagaikan manusia setengah hewan, pekerjaan-pekerjaan berat dan kotor semuanya menjadi pekerjaan budak. Budak menjadi hak paten bagi pemiliknya. Tidak ada norma-norma maupun rasa kemanusiaan yang diberikan kepada budak. Budak menjadi momok mengerikan yang penuh dengan penindasan dan kedzaliman. Bahkan tak jarang ditemukan budak yang disiksa oleh tuannya dengan berbagai macam siksaan, yang berujung pada kematian.

 

Kita mencoba mengambil satu contoh suatu bangsa dalam memperlakukan budak-budak mereka, semisal bangsa Romawi. Para pemimpin dan para pembesar Romawi, mereka mempunyai ribuan budak yang menjadi pelayan dari seluruh keinginan mereka. Penderitaan yang dialami budak-budak mereka, tidak menjadi tanggungan terhadap apa yang mereka lakukan.[1]  

 

Para budak mereka perlakukan dengan bengis. Mereka membelenggu dengan ikatan yang kuat yang tidak mungkin bagi mereka melarikan diri, mereka juga tidak memberikan pada para budak makanan, kecuali sekadarnya saja, jadilah budak itu seperti hewan yang penuh dengan cemoohan.[2]

 

Inilah sedikit gambaran, akan penindasan dan penganiayaan yang dialami oleh para budak, dan sudah menjadi rahasia umum, bahwa undang-undang Roma memberikan hak mutlak kepada pemilik budak untuk mengurusi budak mereka, tak ada larangan maupun undang-undang yang mengatur hak-hak bagi sang budak. Siksaan cacian dan makian sampai pada pembunuhan tidak menjadi larangan bagi pemilik budak. Pemilik budak melakukan sekehendak hati terhadap budak, jadilah mereka seperti hewan bahkan lebih rendah dari hewan.

 

2. Sebab-Sebab Munculnya Perbudakan

 

Sebelum islam datang, banyak faktor-faktor yang meyebabkan terbukanya jalan menuju perbudakan, inilah yang menjadi sebab munculnya perbudakan dimasa  Roma, Persia, Babilonia dan Yunani.

1.     Nafsu untuk memperbudak, ketika suatu kelompok menang dalam sebuah peperangan.

2.    Karena kemiskinan dan kefakiran, dan tidak adanya kesetiaan terhadap agama.

3.    Munculnya perbudakan karena hukum dari tindak kriminal, seperti mencuri dan membunuh.

4.    Karena mencari pekerjaan dan tempat tinggal.

5.    Karena penyanderaan dan penculikan.

6.    Karena tradisi para raja, pembesar dan kaisar.[3]

 

3. Sikap Islam Terhadap Perbudakan

 

Setelah melihat dan menyaksikan perlakuan kepada budak yang tidak manusiawi, maka hadirlah Islam, mengatur dan membuat aturan-aturan yang menjamin hak-hak dan kehidupan bagi sang budak. Para budak tidak lagi menjadi hinaan dan cemoohan, tapi Islam mengangkat para budak setingkat dengan orang yang merdeka. Islam tidak memandang dengan mata sebelah para budak, bahkan budak mendapatkan posisi dalam masyarakat.

 

Sebelumnya juga sudah disinggung, sebelum Islam datang ada beberapa wasilah yang bisa menjadikan seseorang menjadi budak. Kemudian apa tindakan Islam terhadap wasilah ini? Islam datang untuk mempersempit jalan masuk menuju perbudakan. Dalam artian tidak menghilangkannya secara mutlak sistem perbudakan. Bisa dikatakan bahwa Islam menetapkan dan mengakui adanya perbudakan, namun Islam membatasi jalan-jalan menuju kesana.[4] Islam menutup seluruh jalan untuk masuk kedalam perbudakan, kecuali satu jalan saja, dan itu pun menjadi sebuah alternatif, yaitu memperbudak terhadap tawanan perang.

 

Perang yang didalamnya dibolehkan memperbudak tawanan dalam syariat islam adalah perang yang berlandaskan syariat, dan dalam memperbudak tawanan ada beberapa hal yang mesti diperhatikan. Abdullah Nashih U’lwan, dosen dirasah islamiyah universitas kerajaan Abd. Aziz di Jeddah, menjelaskan, ada beberapa karakter yang masuk kategori dalam perang menurut syariat, yaitu :

 

1.                      Memerangi musuh Islam di jalan Allah. Annisa : 76. Maksudnya adalah perang ini tidak berlandaskan perang dengan syahwat, dan tidak bertujuan untuk menjajah.

2.                     Tidak boleh seorang muslim memerangi kelompok lain, kecuali setelah memberikan peringatan dan memberikannya tiga altenatif. Pertama, apakah dengan mengajaknya memeluk agama islam. Kedua, memerintahkannya membayar jizyah. Dan Jika kedua altenatif ini tidak dipenuhi maka yang ketiga adalah baru mengadakan  perang kepada mereka.

3.                     Bagi muslimin agar mengadakan perdamaian jika pihak musuh menginginkan perjanjian perdamaian, namun dengan syarat tidak adanya kemaslahatan hanya pada pihak musuh, dan kerugian bagi pihak muslim.

 

Inilah beberapa cara yang ditempuh dalam menjadikan  perang sesuai dengan syariat. kemudian, apa yang dilakukan jika tawanan perang sudah ada pada kita? Syekh U’lwan menambahkan, ada  empat cara yang dilakukan terhadap para tawanan. pertama, membebaskannya. kedua, para tawanan ditebus. ketiga, dibunuh. Dan keempat dijadikan budak.[5]  Kesemuanya ini dipegang penuh oleh imam muslimin/khalifah, atau panglima perang. Imam memilih salah satu pilihan,  yang disesuaikan dengan kemashlahatan.

 

4. Muamalah Islam dengan Budak

 

Belum pernah kita dapatkan aturan-aturan kemasyarakatan atau pemerintahan dalam menyikapi budak secara adil dan berperikemanusiaan selain Islam. Sistem pemerintahan Roma dan bangsa yang lainnya telah memperlihatkan akan keganasan dalam memperlakukan budak lebih rendah dari binatang. Olehnya Islam datang untuk memperbaiki metode dalam bermuamalah dengan budak. Disini kita akan coba merumuskan dalam tiga rumusan. pertama, Islam memandang bahwa budak juga manusia yang berhak memperoleh hak dan kemuliaan.

 

Islam datang mengembalikan hakekat manusia, tanpa membedakan warna kulit, jenis dan tingkatannya. Didalam Al Quran Allah berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling kenal mengenal, sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang bertakwa”.[6]

 

Kedua, persamaan budak dengan manusia menyangkut hak dan kewajiban. Begitu juga Islam menerapkan persamaan ini tentang ‘uqubat (sangsi), dan hudud (hukum). Sebagaimana rasulullah bersabda, “ Barangsiapa membunuh budaknya, maka kami akan balas membunuhnya, dan barang siapa memotong budaknya,[7]  maka kami akan memotongnya juga, dan barangsiapa yang mengebiri budaknya, maka kami akan mengebirinya juga”.(HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi).

 

Dalam persoalan pahala dan nikmat akhirat, Islam tidak mempetak-petakan dan mendiskriminasi golongan tertentu, tapi islam mengggunakan sistem persamaan. Contohnya, Allah akan mempersiapkan bagi hamba-Nya yang taat kepadanya, berupa nikmat surga. Allah berfirman, “…Barang siapa yang mengerjakan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki didalamnya   tidak terhingga”. [8]

 

Lafadz ayat ini mengandung keumuman, bagi setiap laki-laki, perempuan, hamba sahaya, orang merdeka, orang fakir, orang kaya dan sebagainya.  

 

Ketiga, Islam memperlakukan budak dengan manusiawi dan mulia. Dalam hal ini islam memiliki metode tersendiri dalam memperlakukan budak secara adil dan manusiawi, yang telah berlangsung berabad-abad lamanya. Misalnya dalam hal,

 

a.    Memberi makanan. Islam sangat menganjurkan bagi pemilik budak untuk berbuat baik dalam memberikan makanan dan pakaian kepada budaknya. Rasulullah bersabda, ”Barang siapa yang memiliki budak, maka berilah makan seperti yang ia makan, dan berilah pakaian seperti yang ia pakai”.

b.    Memanggil dengan panggilan yang tidak merendahkan. Bahkan islam melarang seseorang memanggil dengan panggilan yang merendahkan dengan sebutan ini hamba sahayaku atau ini budakku. Rasulullah bersabda,” Janganlah kamu mengatakan ini adalah budak laki-laki ku, dan ini budak perempuanku, tapi hendaklah kamu mengatakan ini adalah putra putriku”.(HR. Muslim)

Dengan metode seperti ini, secara otomatis akan membuat para budak merasa tenang, karena ia menjadi bagian dari keluarga tuannya.

c.    Larangan menzalimi budak. Islam sangat melarang keras bagi pemilik budak dalam berperilaku keras dan aniaya terhadap budak mereka. Dari Ibn Umar rasululullah saw bersabda, ”Siapa yang menampar, atau memukul budaknya, maka kaffaratnya adalah dengan cara memerdekakannya”.( HR. Muslim)[9]

d.    Anjuran dalam berbuat baik pada budak. Islam juga memerintahkan kepada penganutnya agar berbuat baik kepada  seluruh orang lain, tanpa mengecualikan golongan tertentu, seperti budak. Allah berfirman,…”Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua karib kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang sombong dan membanggakan diri”.[10]

 

Muhammad Qutb  dalam kitab Assyubhat memberikan contoh bagaimana Islam bermuamalah dengan budak. Rasulullah saw, mempersaudarakan sebagian dari budak-budak dengan beberapa pemuka Quraisy, Bilal bin Rabbah dipersaudarakan dengan Khalid bin Ruwaihah Al khatsma’i, Zaid bin Haritsah dengan Hamzah bin Abdul Muthalib, Zaid dipersaudarakan dengan Abu Bakar As Siddiq.[11]

 

Rasulullah saw, memberikan sebuah contoh dalam berbuat baik dengan budak, yaitu dengan mempersaudaran mereka dengan beberapa pembesar Quraisy, nyatalah bahwa islam agama yang tidak menginjak-injak dan menganiaya para budak, tapi islam agama yang mengajarkan, agar selalu memerhatikan para budak. Diriwayatkan dari Ali ra, rasulullah saw, bersabda, ”Bertakwalah kalian kepada Allah dan perhatikanlah budak-budak yang kalian miliki”.

 

Inilah sebagian rumusan yang ditawarkan oleh islam semenjak berabad-abad lamanya dalam bermuamalah dengan budak. Sebuah sikap  yang mencerminkan kelembutan dan kasih sayang ajaran-ajarannya. Adakah sistem yang lebih baik dari islam?

 

5. Cara Islam Memerdekakan Budak.

 

Islam semenjak awal telah memerdekakan budak dari dalam sanubari mereka, perlakuan dengan manusiawi yang telah berlangsung berabad silam diperuntukkan bagi para budak, agar mereka merasa hak dan kewajiban mereka setara dengan orang-orang merdeka. Inilah konsep yang Islam berikan. Setelah pembebasan dari dalam, kemudian Islam sungguh-sungguh membebabaskan dari luar. Inilah pembebasan yang sebenarnya.

Selain Islam yang mengupayakan pembebasan para budak, di negara barat juga telah meneriakkan akan kebebasan bagi tiap individu, atau biasa kita kenal dengan istilah HAM.

 

Muhammad Quthb mengatakan, pembebasan perbudakan secara dekrit undang-undang, seperti yang pernah dikeluarkan oleh Abraham Lincoln, tidak akan menghasilkan kebebasan yang sebenar-benarnya, kenapa? Karena dalam kehidupan, mereka masih berada dibawah bayang-bayang perbudakan.

 

Adapun metode islam dalam memerdekakan budak mencakup beberapa hal:

1.     Memerdekakan karena mengharap ridha Allah

Seorang majikan melakukan hal ini, tidak lain untuk mendapatkan rahmat dari Allah swt. Allah menyuguhkan banyak keistimewaan dan pahala yang berlipat, bagi siapa saja yang ingin memerdekakan budaknya. Islam sangat mendorong untuk memerdekakan budak dengan cara ini, walaupun hal ini sangat sulit untuk dilakukan. Allah berfirman, “Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. tahukah kamu jalan yang mendaki lagi sukar itu? Yaitu melepaskan budak”.[12]

dalam Hadis nabi saw, juga banyak menjelaskan keistimewaan dan pahala bagi orang-orang yang membebaskan budaknya. Nabi bersabda, “Siapa saja memerdekakan seorang budak muslim, maka Allah menjanjikan akan membebaskan dengan setiap anggota tubuh budak itu, setiap anggota tubuhnya dari api neraka”. (HR.Abu Daud dan Nasai)

                                                                           

Para sahabat tidak mau ketinggalan dalam pelaksanaan amar ma’ruf ini, Abu Bakar As siddiq menginfakkan sejumlah hartanya untuk membeli budak-budak dari para pembesar Quraisy dan kemudian memerdekakannya.

 

2.    memerdekakan karena kaffarat

Ini adalah wasilah yang sangat penting dalam membebaskan para budak. Di dalam Al Quran banyak sekali kita dapati dalil yang memerintahkan membebaskan budak dengan cara seperti ini, yaitu membebaskan budak karena telah melakukan pelanggarn syariat Islam. Dan sudah pasti dalam realita, tidak sedikit yang membuat pelanggaran.  Artinya dengan cara ini Islam benar-benar ingin membebaskan budak sebanyak-banyaknya. Diantara sarana dalam membebaskan budak dengan cara kaffarat disebutkan dalam Al Quran :

Ø  Membunuh karena tidak bersalah (tidak disengaja). Maka baginya memerdekakan budak dan membayar diyat. Annisa :92.

Ø  Membunuh dari seorang kaum kafir yang berada dalam perjanjian damai dengan mereka. Maka kaffaratnya adalah dengan memerdekakan budak. Annisa 92.

Ø  Orang yang melanggar sumpah, kaffaratnya dengan memerdekakan budak. Al maidah :89.

Ø  Orang yang menzhihar[13] istrinya, kemudian bertaubat, kaffaratnya dengan membebaskan budak. Al mujadalah :3.

Ø  Berhubungan dengan istri di siang hari ketika ramadhan, kaffartnya membesakan budak.

 

3.    Memerdekakan karena mukatabah

Memerdekakan karena keinginan budak sendiri, dengan cara membayar imbalan yang telah disepakati oleh tuan dan budak secara berangsur. Allah berfirman,” …dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian kepada mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang di karuniakan-Nya kepadamu...”.[14]

4.    Memerdekakan budak atas tanggungan daulah/Negara

Ini termasuk sarana optimal dalam memerdekakan budak, karena negara yang turun langsung dan menghandle dalam memerdekakan budak. Islam telah menetapakan bagi negara dana khusus yang diambil dari dana zakat, dana ini disebut dalam Al Quran dengan dana “wafi rriqabi”. Allah swt berfirman, ”Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang  fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hambasahaya, untuk membebaskan orang-orang berutang, untuk jalan Alllah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Dan Allah maha mengetahui, maha bijaksana”.[15]

 

Sejarah mencatat di zaman khulafaurrasydin, mereka lah (pemerintah) yang langsung mendatangi pasar-pasar yang disana banyak budak yang diperjualbelikan, kemudian mereka membeli para budak tersebut dan membebaskannya.

 

Dalam suatu kesempatan Yahya bin Sa’id berkata, “Aku diutus oleh Umar bin Abdul Aziz untuk memberi sedekah kepada orang-orang di afrika, kemudian aku mengumpulkannya  dan mencari fuqara’, tetapi aku tidak mendapatkan seorang orang fakir dan orang yang berhak mendapatkan sedekah ini, karena Umar bin Abdul Aziz telah mencukupkan mereka, maka saya membeli sejumlah budak dan memerdekakannya”.[16]

5.    Memerdekakan karena  ummu walad”.

Ini juga wasilah dalam membebaskan budak. Ketika seorang perempuan menjadi budak seorang muslim, maka seorang muslim boleh memperlakukan budaknya sama seperti ia memperlakukan seperti isterinya. Jika mereka memperoleh anak dari hubungan mereka, maka dalam syariat hal ini  dianggap sebagai “ummu walad”.Dan majikan tersebut haram menjual budaknya kepada orang lain. Kemudian jika sang majikan ini meninggal dan budaknya belum dimerdekakan, maka secara otomatis budak tersebut menjadi merdeka.

 

Inilah salah satu perbedaan yang mendasar antara sistem perbudakan dalam islam dari sistem-sistem yang lain. Dimana para budak wanita hanya dijadikan pelayan dan pemuas nafsu bagi majikannya, hak-haknya dirampas. Mereka dihinakan, dan diperlakukan seperti hewan. Dengan seenaknya mereka menukar dan memberikan budak mereka pada orang lain. Tapi dalam Islam, hal ini tidak kita temukan dan tidak akan pernah kita temukan. Islam sangat menjaga dan menghormati para perempuan, walaupun status mereka adalah budak. Bagi budak perempuan, pintu-pintu menuju kebebasan sangat terang. Yaitu dengan jalan mukatabah, dan mereka akan bebas secara otomatis ketika majikannya telah meninggal dunia.

6.    Memerdekakan karena berbuat zalim

Sebagian fuqaha’ semisal hanabilah, memasukkan kategori ini, dalam wasilah memerdekakan budak. Sebagaimana Islam sangat menekankan sikap yang lemah lembut kepada para budak. Agar mereka bisa merasakan keberadaan dan status mereka sebagai manusia.

 

Begitu juga rasulullah saw, sangat membenci bagi siapa saja yang berlaku  kasar dan berbuat semena-mena terhadap budaknya. Suatu ketika rasulullah saw, melihat Ibn Mas’ud memukuli budaknya, kemudian rasulullah bersabda, ”Ketahuilah Ibn Mas’ud, Allah swt, telah menguasakan  budak ini kepadamu”. Dalam hadis lain nabi bersabda,” Barang siapa memukul budaknya, bukan karena kesalahan yang ia lakukan, maka kaffaratnya  adalah dengan memerdekannya”.(HR. Muslim).

 

Penutup.

 

Demikianlah sekilas pembahasan tentang perbudakan dalam Islam. Sebuah sistem perbudakan yang sangat menjunjung tinggi nilai keadilan dan kemanusiaan.  Islam telah menunjukkan akan kesamaan derajat manusia, tanpa harus membagi-bagi antara kaya dan simiskin antara tua dan muda antara orang merdeka dan budak, karena yang paling mulia disi Allah adalah orang yang bertakwa.



[1] Syekh Abd. Aziz jawisy, Al islamu dinul fitrah wal  hurriyah, darul maarif .hal 88  

[2]Abdullah nashih U’lwan, Nidzamurriq fil islam, Dar el-salam. Hal 13

[3]  Ibid, U’lwan hal 11-12

[4] Foot note Manahilul irfan, sanggahan Syekh Muhammad Abd. Adzim Azzarqani, oleh Hani Al haj hal 341 jilid 2

[5] U’lwan, Op. cit hal. 23

[6] QS. Al hujurat : 13

[7]  Memotong disini maksudnya, memotong sebagian anggota badan, semisal memotong tangan, hidung, telinga.

[8] QS. Al Mu’min : 40

[9] Fiqih sunnah, sayyyd sabiq dar el fath lil I’lam arabiy, jilid 3 hal 430

[10] Annisa 36

[11] U’lwan, op. cit,  37

[12] QS. Al balad 11-13

[13]  Zihar yaitu mengatakan pada istrinya, kalau punggung istrinya sama dengan punggung ibunya.

[14] QS. Annur : 33

[15] QS.  At taubah : 60

[16] U’lwan Ibid, hal 60

 

1 komentar:

Unknown 18 Oktober 2015 pukul 19.04  

terimakasih ilmunya visit juga ya ke Tutorial Blog

Posting Komentar