Detik-Detik Perpisahan

Selamat tinggal Ramadan, selamat tinggal bulan penuh berkah”. Ramadan telah tiba pada penghujungnya, setelah hampir sebulan Ramadan bersua bersama kita, kini bulan yang agung ini akan meninggalkan dan memohon diri, seperti seorang tamu terhormat yang bertamu dirumah kita, dan sekarang ia pamit dan beranjak kaki dari rumah kita. Perasaan haru dan sedih tentunya sangat kita rasakan, waktu sebulan terasa begitu cepat, semangat untuk beribadah dibulan ramadan masih berkobar dalam dada. Seperti inilah yang pernah disabdakan nabi bahwa dengan megetahui kemuliaan Ramadan, maka kalian akan berharap agar 11 bulan lainnya menjadi Ramadan. Dan tentunya bentuk ibadah pada bulan Ramadan bermacam-macam, ada seseoran yang betul paham dan mengetahui keistimewaan Ramadan, kemudian dia beribadah semaksimalnya demi mendapatkan ridha Allah, namun ada juga yang mengetahui akan keagungan Ramadan tapi toh ibadanya tidak mengalami peningkatan. Namun tiap kita tentunya sangat mengharapkan agar seluruh amalan kita diterima oleh Allah dan bisa memperoleh gelar taqwa.
Setelah bulan ramadhan usai kini Syawal menjelang, disana hari i’d telah menanti, hari dimana umat islam bersih dari segala noda dan dosa, setelah sebulan dicuci pada bulan Ramadan. Hari dimana takbir, tahlil dan tahmid bersahutan diseluh penjuru dunia, menandakan akan kebahagiaan umat islam dalam menyambut kemenangan. Hari dimana umat islam saling memberikan ucapan selamat antar sesama dan panjatan doa kepada Allah. Inilah lebaran, sebuah hari yang Allah khususkan bagi umat islam sebagai hari raya dan hari bahagia.
Tentunya kita para wafidin yang ada dinegeri orang pasti akan merasakan sesuatu yang beda dalam menikmati lebaran di Mesir ini. Saling maaf-maafan kepada orang tua dan keluarga, budaya sungkem-sungkeman, ziarah kerumah teman-teman dan kerabat keluarga, mudik kekampung halaman, nyaris tidak bisa kita rasakan dinegeri kinanah ini. Suasana lebaran seakan-akan tidak berkesan, seolah-olah suasana hari i’d sama saja dengan hari jumat dan hari-hari yang lain. Tapi, tentunya bagi kita rasa kebahagiaan dan keceriaaan bisa kita dapatkan dengan kumpul bersama teman-teman setanah air.
“Minal ai’din wal faizin”. Ini adalah salah satu tahniah( ucapan selamat) yang sering kita dengar pada waktu lebaran, tahniah ini sebenarnya tidak datang dari Rasulullah SAW., tapi ini adalah urf’ (kebiasaan) yang ada pada suatu masyarakat. Dan sering kali kita juga menyaksikan, tahniah ini dilanjutkan dengan kalimat “mohon maaf lahir dan batin”, seolah-olah arti dari minal ai’din wal faizin adalah mohon maaf lahir dan batin, padahal arti ungkapan tersebut adalah harapan serta doa, dan ungkapan ini juga adalah penggalan dan masih belum sempurna, seharusnya lafadz tersebut lengkap dengan”ja’alanallahu wa iyyakum minal a’idin wal faizin”, yang artinya semoga Allah menjadikan kami dan anda sebagai orang yang kembali dan mendapat kemenangan (beruntung). Pada lafadz tersebut sarat dengan makna, yaitu harapan agar Ramadan yang kita telah lalui benar-benar bernilai dan diterima oleh Allah, dan kita juga senantiasa saling mendoakan agar kita kembali bersih dari dosa dan noda. Kata “ai’din” artinya kembali, maknanya mudah-mudahan kita kembali bersih, putih tanpa dosa sebagaimana awal ketika kita dilahirkan di dunia ini. Sedangkan “Faizin” adalah kemenangan, yaitu menang dalam artian berhasil mengalahkan dan mengendalikan hawa nafsu, dan beruntung karena mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Adapun hikmah i’d fitri, adalah sebagai bentuk rangsangan dan pancingan bagi kita agar selalu bertaqarrub kepada Allah, setelah 30 hari dicharging pada bulan Ramadan menjadi bekal bagi kita untuk menghadapi 11 bulan kedepan. I’d fitri adalah hari kebahagiaan umat islam, sebagai bentuk kemenangan dalam menahan hawa nafsu pada bulan Ramadan. Ramadan diibaratkan sebagai tali yang mengikat dan mengendalikan hawa nafsu, namun setelah Ramadan usai menjadi beban yang tidak ringan dalam mengontrol hawa nafsu, butuh keimanan dan ketaqwaan yang tinggi kepada Allah, seperti yang disabdakaan oleh nabi bahwa perang melawan hawa nafsu adalah perang akbar dibanding perang fisik yang dilakukan oleh nabi dan para sahabat. Oleh sebab itu pakaian ketaqwaan yang kita peroleh dibulan ramadan jangan kita tinggalkan, tapi harus selalu kita pakai dan melekat pada tubuh kita kapan dan dimanapun kita berada.
Semangat untuk beribadah jangan cuma pada Ramadan saja, pada bulan-bulan yang lain pun semangat ini harus terjaga dan terpelihara, begitu juga keberhasilan seseorang dalam beramal saleh tidak hanya dilihat dari amalan-amalan dibulan Ramadan, tapi amalan diluar Ramadan menjadi salah satu tolak ukur seseorang pada penilaian peningkatan kualitas ibadah kita.

0 komentar:

Posting Komentar